Saat kita duduk
dibangku sekolah dulu,pelajaran sejarah bagi kami adalah pelajaran yang
sangat membosankan. Selain terlalu banyak hafalannya, terkadang kita
berpikir bahwa sejarah adalah sesuatu masa yang telah kita lewati.
Saat kami menulis
artikel Dusta 98, yang bercerita tentang sejarah bangsa Indonesia mulai
dari kerajaan Singosari hingga runtuhnya rezim orde baru dan berganti
dengan suatu era yang kita kenal dengan era Reformasi atau pembaruan.
Pada kolom komentar yang ditulis oleh seorang kompasianer,mengatakan,
kata Bung Karno Jas Merah!
Kami jadi teringat,
kata-kata Bung Karno kepada rakyat Indonesia pada setiap pidatonya,
“Jangan sekali-kali melupakan sejarah” yang akhirnya dikenal istilah
“JAS MERAH”.
Pada saat itu Bung
Karno mengatakan kepada rakyat Indonesia bahwa bangsa yang besar adalah
bangsa yang mau menghargai jasa pahlawannya, tentunya masyarakat dapat
mengenang perjuangan pahlawannya melalui SEJARAH BANGSANYA.
Pepatah mengatakan,
bahwa “Pengalaman adalah guru yang terbaik”, sering kita dapat
menyelesaikan suatu masalah, melalui pengalaman. Contoh : suatu dokter
dalam menyembuhkan pasiennya. Tentunya sebelum memberi obat, dokter
tersebut menganalisa penyakit si pasien dengan pengalamannya dan juga
tidak lepas dari referensi sejarah penyakit tersebut,yang didapat dari
dokter-dokter sebelumnya.
Sejarah sangat
diperlukan seseorang, Karena itu sejak sekolah dasar kita selalu diajari
sejarah untuk mengenal berbagai peristiwa didunia, baik ekonomi,
politik, budaya, sejarah perjuangan pahlawan kita, sejarah perkembangan
teknologi, dan sejarah kehidupan manusia.
Tetapi sangat
disayangkan dalam perkembangannya di Indonesia sejarah selalu dibelokkan
bahkan dikaburkan. Tenggoklah kebelakang peristiwa Gerakan 30
September, Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar, hingga saat ini
berita kebenaran siapa dalang dari pengkhianatan bangsa tersebut masih
kabur. Juga keaslian Supersemar hingga kini masih misteri.
Kami sangat yakin jika “Jangan sekali-kali melupakan sejarah” yang dikatakan oleh Bung Karno adalah BENAR.
Mari kita simak
peristiwa jatuhnya presiden Soeharto dan tumbangnya rezim orde baru,
yang disebabkan oleh kacaunya perekonomian kita saat itu yang
diakibatkan oleh serangan “Badai Krisis Moneter”. Suatu kesalahan yang
dibuat oleh pemerintah orde baru dengan menaikkan harga bahan bakar
minyak dari 800,- menjadi 1200,- walau pada akhirnya diturunkan lagi
menjadi 1000,- pada saat krisis ekonomi, ditengah tingginya tingkat
inflasi, Bank Indonesia sebagai bank sentral tidak mampu menjaga nilai
tukar mata uang rupiah yang terus melemah, dan pemerintah saat itu juga
tidak mampu menahan kenaikkan harga bahan pokok, menyebabkan terjadinya
demostrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa.
Sebagian besar masyarakat kita mengatakan bahwa tragedi Mei 1998, adalah karma presiden Soeharto terhadap Bung karno!
Sejarah mencatat,
turunnya Bung Karno pada tahun 1966 juga dikarenakan kacaunya
perekonomian bangsa kita saat itu, desakan dari elemen mahasiswa
(baca=angkatan 66) dengan Tritura (tiga tuntutan rakyat), yang menuntut
Bung Karno segera mundur dari jabatannya.
Pepatah mengatakan “siapa yang menabur, bakal menuainya”!
Bandingkan era
reformasi, pemerintah saat ini (baca=pemimpinnya) sungguh-sungguh telah
belajar sejarah. Tenggok saja kenaikkan harga bahan bakar minyak sampai
tiga kali kenaikkan dari 2.000 ke 4.500,- dan 6.000,- tapi pemerintah
ini aman-aman saja dari gejolak demonstrasi.
Karena pemerintah
(baca=pimpinannya) pandai dan mengerti karakter rakyat kita, disaat
menaikkan harga bahan bakar minyak dengan dalih mencabut subsidi BBM
yang selama ini hanya dinikmati oleh sebagian besar masyarakat dari
kalangan menengah keatas dan dialihkan anggaran tersebut untuk program
Bantuan Langsung Tunai ( BLT), yang menyebabkan sebagian rakyat berani
menjadi benteng pemerintah untuk melawan gejolak demonstrasi yang akan
dilakukan mahasiswa. Disini kami mengamati bahwa politik Adu Domba dan
taktik memecah persatuan bangsa oleh penjajah Belanda sengaja diterapkan
pemerintah saat ini.
Di saat itu pula
konfrontasi dengan negara tetangga malaysia, karena dari masalah sepele
seperti budaya khas kita seperti batik, reog, dan lagu-lagu nasional,
hingga yang terbesar adalah kasus Ambalat (baca=perebuatan pulau
Ambalat), menjadikan rakyat kita terlecut emosinya untuk bersatu-padu
mendukung Ganyang Malaysia, seperti ketika tahun 1964 yang dilakukan
oleh Presiden Soekarno.
Peristiwa ini
mengingatkan kami pada tahun 1965-1966,bagaimana rakyat kita sangat
membenci PKI (baca=Partai Komunis Indonesia) yang diyakininya telah
melakukan pengkhianatan terhadap bangsa ini, hingga terjadinya
pertumpahan darah antar anak bangsa.
Dalam pandangan kami
pemerintah (baca=pimpinan saat ini), sangat mengerti karateristik rakyat
kita, persatuan dan kesatuan akan terbentuk (baca=muncul) jika negara
ini dilecehkan (baca=dijajah) martabat atau harga diri bangsanya.
Ingat peristiwa
pertempuran Surabaya, Bandung Lautan Api, Serangan Umum 1 Maret di
Jogja, sebagai bukti kalau sebenarnya rakyat kita tidak ingin dijajah
dan ingin merdeka.
Anehnya disaat
menjelang pemilihan umum 2009 yang lalu bahan bakar minyak (BBM) yang
dari harga 6.000,- diturunkan kembali menjadi 4.500,-. Pegawai Negeri
Sipil, Militer, Polisi, bahkan pensiunan, ramai-ramai mendapatkan 1 kali
gaji atau yang dikenal dengan gaji ke-13.
Pesan kami, gunakanlah
sejarah (ilmu) tersebut untuk kebaikan umat, perkembangan teknologi, dan
membantu sesama, saudara-saudara saat ini yang sedang membutuhkan
uluran tangan pertolongan.
Salam perjuangan.
Setuju saya dengan pendapat anda, salam kenal
BalasHapussudah sepatutnya kita bangsa indonesia tidak pernah melupakan perjuangan2 mereka di masa lalu
BalasHapus